Sunday, June 17, 2018

Chapter 3 Tinggal Seatap dengan Guru Perempuanku

Chapter 3 Tinggal Seatap dengan Guru Perempuanku


Pada moment ini akawebkun akan mempersembahkan Chapter 3 Tinggal Seatap dengan Guru Perempuanku

saran artikel : mau membaca chapter sebelumnya. silahkan di klik
---
          Waktu semakin menipis, akhirnya kuputuskan untuk ikut mengantri meski aku tahu bakal percuma juga. Sebelum aku masuk ke dalam antrian tiba-tiba ada yang memukul punggungku lumayan keras. "Woi c&k, lu sudah str&s ya!" ucap seorang laki-laki dengan nada berat.... "Ngapain lu ngantri kalau udah tahu panjang kayak gini,"lanjutnya.

          Aku menoleh dan langsung terkekut. "Kemana aja lu nj&ng! Bukannya, harusnya lu muncul waktu tanda tangan ketua ekskul karate?"tanyaku kesal pada ketua ekskul karate smpku. Namanya adalah Bram. Dan kenapa aku bisa mengucapkan kata-kata kasar padanya, karena seperti penjelasanku sebelumnya. aku dan dia sudah sangat akrab.

          "Gw mah bebas orangnya,"jawabnya dengan nada santai,"mau gw datang atau gak, osis gak bakal berani negur gw.”

          "Bebas?!! bebas m&talu bebas! Itu namanya gak tanggung jawab,nj&ng!"balasku.

          Disaat yang sama, salah satu osis menuju ke tengah lapangan sambil membawa toa. "waktu tinggal 3 menit lagi. Yang belum memenuhi jumlah minimum tanda tangan, cepat dipenuhi, dek!! untuk yang sudah selesai, langsung kembali baris di lapangan, gak usah keluyutan kesana kemari! Dan untuk yang telat, maka ada hukumannya juga,"jelas osis itu

          Sontak siswa kelas 1, termasuk aku menjadi panik. "Gimana tanda tangan lu, nj&ng?" Tanya Bram santai.

          "Kurang 5. Dan ke lima osisnya itu benar-benar lagi penuh. Jadi jika aku maksa ngantri, palingan cuma bisa dapat 1 tanda tangan,"jawabku sambil menoleh kesegala arah karena cemas. Apakah aku bisa memenuhi jumlah minimun tanda tangan ini?

          "Halah cuma 5. Santai aja, tenang gak usah panik. 3 menit itu waktu yang panjang, kecuali kalau kurang 1 menit," balasnya dengan tenang. "Ikut gw, buruan,"lanjutnya sambil berjalan duluan menuju pinggir lapangan, tepatnya menuju kantin.

          "Woi, gw gak boleh ke kantin, nj&ng!" ucapku panik.

          "Bacod c&k! Mending lu diem dan nurut aja!" balasnya.

          "M&talu ngomong "diem, diem" seenak j&datlu. Gw panik c&k, gimana kalau gw ketahuan ke kantin,"ucapku kesal.

          "Siapa yang mau kekantin anj&ng! sekarang yang penting lu diem dan nurut sama gw dulu. Gak usah banyak bac&d,"ucapnya tetap dengan santai. Dia melepas jaketnya, "Noh pegang jaket gw, buat jaga-jaga aja. semisal nanti rencana gw gagal total, lu pakai aja jaket ini. Mereka pasti gak bakal berani ngapa-ngapain lu ,"lanjutnya.

          Hah? Kok bisa? Aku sebenarnya bingung, tapi Aku mengurungkan niatku untuk bertanya dan langsung ngambil jaket itu darinya."Oke gw ngikut aja, lagipula gw udah gak ada pilihan lain selain nekat kayak gini,” sambil aku terus mengikutinya ke arah kantin.

          “Buruan sini buku mos lu,”ucapnya.

          Aku langsung memberikan padanya tanpa bertanya. “Nih”

          Setelah itu dia mengangkat tangannya kearah salah satu kerumunan di kantin, yang berjumlah 10 orang. Dan tidak butuh waktu lama untuk mereka langsung datang kemari. "Jagain nih bocah, Sembunyiin di tangga dekat toilet lab kimia aja. gw  mau lakuin misi suci,"ucapnya sambil tertawa.

          Mereka tertawa,”wuihhh bakal seru nih," ucap mereka sambil merangkulku.

          "Lu ikut gw juga, nj&ng. Biar cepet selesai," ucap Bram kepada 2 kakak kelas yang ada dikerumunan ini. Lalu mereka bertiga langsung pergi ke tengah lapangan. Dan aku ditinggalkan bersama 8 kakak kelas yang belum kukenal ini

          "buruan kesono,bro," ucap salah satu kakak kelas sambil menujuk ke salah satu bagian sepi lapangan.

          "Oke,” jawabku singkat. 

          Kami berjalan kesana sambil berkenalan singkat. dan tidak butuh waktu lama untuk kami sampai di tempat yang sama persis dengan apa yang dikatakan Bram tadi. Mereka semua duduk ditangga dan menutupi jalan untuk naik maupun untuk turun. "Duduk sini,bro,"ucap kak Rizal yang di duduk ditengah sambil menepuk-nepuk tempat yang ada disebelahnya. Aku bingung kenapa mereka malah duduk-duduk dengan santai, padahal waktuku tinggala sedikit . "Santai aja, buruan duduk. Kalau lu gak segera duduk, malah lu bisa ketangkep osis. Santai aja, kalem bro,"lanjutnya. Aku pun duduk ditengah-tengah mereka dengan perasaan yang masih cemas.

          "C&k, buruan nonton. Nih udah kesambung video call nya,"ucap salah satu kakak kelas yang duduk didepan.

          Kami langsung melihat video call tersebut yang menampilkan Bram dan 2 kakak kelas tadi sedang mencoba mendapatkan tanda tangan. Dan video call ini di ambil dari ketinggian, yang sepertinya dilakukan dari lantai 3 gedung utama. sontak ini membuatku panik. Bagaimana jika ini dilihat orang lain. Bisa-bisa aku kena hukum osis. Belum sempat aku menyampaikan kecemasanku, salah satu orang sudah bersuara. "Santai, gak usah panik. Pasti lu cemas, bagaimana jika video call ini dilihat orang lain, bukan,” ucap kak Naufal yang duduk disebelah kakak yang memegang Hp.

          “.......,” aku menganggukkan kepalaku sebagai jawaban “iya” atas perkataan.

          “Santai aja, bro. Video call ini gak bakal bocor kemana-mana, soalnya si Dimas lakuin video call ini ditempat tersembunyi," lanjutnya untuk menenangkanku.

          "O-oke,"jawabku terpatah-patah. Aku lega jika memang yang dikatakannya benar. Dilain sisi, Bram adalah teman mereka. Jadi aku bisa mempercayai mereka.

          Di video call itu Aku cukup terkejut melihat Bram yang dengan mudahnya dapetin tanda tangan sambil tertawa-tawa bersama OSIS. “Emang semudah itu ya, bisa dapatin tanda tangan,” dalam benakku kebingungan. Memang sulit jika yang meminta adalah anak kelas 1. Tapi sebenarnya akan lebih sulit lagi jika bukan anak kelas 1 yang meminta. Karena mereka pasti akan ditanyai "untuk apa?" "bukunya siapa?" dan berbagai pertanyaan-pertanyaan aneh lainnya. Namun, tidak ada osis yang curiga dengan kelakuan bram, dan mereka malah bercanda bersama. "Kok mudah banget dia dapet tanda tangan? bukannya harusnya osis curiga?"tanyaku spontan karena rasa penasaranku sudah sampai pada puncaknya.

          "itu sih wajar,"ujar kak Naufal

          "Hah? Kok bisa?"tanyaku lagi.

          "Ceritanya panjang. Tapi singkatnya, dia adalah ketua osis yang mengundurkan diri,"sahut kak Rizal singkat.

          Sebenarnya aku masih penasaran, tapi mendengar jawaban mereka yang singkat-singkat. Aku jadi sungkan untuk bertanya lebih lanjut. Lagipula aku bisa tanyak ke bram langsung. Kami semua lanjut menonton video call itu sambil tertawa-tawa karena melihat tingkah konyol Bram untuk melawan osis yang mencurigainya.

          "Ooo iya, noh pegang dulu,"ucap kak Rizal. "Tapi ini Cuma buat jaga-jaga aja, semisal tiba-tiba osis darang kesini atau waktunya gak cukup,"sambil memerikanku buku MOS,"Karena dibuku itu cuma ada tanda tangannya aja. Tapi jawaban dan stempel “selesai” pada halaman Essaynya ndak ada.".  Aku membuka buku itu, dan ternyata benar seperti yang dikatakan kak Rizal. Meski ada tanda tangan, tapi kalau jawaban dan stempel “selesai” pada halaman Essay ndak ada, sama aja aku bakal kena hukum.

          "Woi, si Bram SMS katanya dia udah berhasil. Tapi bu putri curiga karena melihat dia mondar-mandir di lapangan, makanya sekarang dia lagi di kejar bu putri," ucap kak Naufal yang baru saja menerima SMS.

          "Sip, kalau begitu-"ucapan kak Rizal terputus seketika

          Ucapannya terputus akibat bunyi toa OSIS dari lapangan yang amat keras. "30...29...28..." OSIS mulai menghitung mundur.

          "Nj^^r, Waktunya habis. Lu buru-buruan ke lapang-" lagi-lagi ucapan kakak kelas lainnya terputus akibat suara keras lainnya.

          Woi nj^^ng, gimana? Seru gak, Ngerj&in si bocah kelas 1 itu? Buruan kerj&in lagi, gw soalnya baru aja datang," teriak kakak kelas yang  tadi menjaga dari lantai 2, sambil turun kebawah. Saat aku menonton Video Call, kak Rizal memberitahuku jika ada OSIS yang datang dari lantai 2, maka kakak kelas yang menjaga di lantai 2 akan memberi kode pada kita. Dan Dari kode barusan Kami langsung tahu bahwa ada osis yang menuju kesini dari lantai 2. Disaat yang yang sama kak Naufal dan dua kakak kelas lainnya langsung pergi entah kemana. Jika aku disuruh menebak, mungkin mereka membantu Bram untuk mengatasi bu putri. 

          Dan sekarang disini hanya tersisa 6 orang  termasuk aku. Kami benar-benar terkejut, kami tidak pernah berpikir bahwa 3 hal yang paling kami tidak inginkan akan muncul sekaligus. "Bram tertangkap", "waktu habis", dan "Ketahuan osis". panik, panik, dan panik...hanya itu yang bisa kupikirkan saat ini. Tapi saat kulihat wajah para kakak kelas, mereka malah tertawa.

          "Ikuti permaianan kami," bisik kak Rizal pelan. Pemainan? Permainan apa? Aku masih tidak begitu mengerti apa yang akan mereka lakukan. aku menganggukkan kepalaku untuk memberi jawaban “iya”, meskipun aku masih tidak paham.

          "Buruan kesini, nj^^ng! Kita bikin dia telat baris aja. Pasti bakalan tambah seru!" sahut salah satu kakak kelas.

          "Yoii, bakal seru nih, lihat dia dihukum OSIS,"sahut kakak kelas lainnya sambil tertawa.

          "kalian ngapain adek kelas!" ucap seorang perempuan dengan nada tinggi dan dingin, sambil terus berjala ke arah kami.

          Kami menoleh kebelakang dan benar-benar Terkejut. Kami pikir yang menangkap kami adalah anggota osis biasa, ternyata yang muncul adalah ketua osis. Wah parah! Parah! Kali ini Keberuntunganku benar-benar sudah habis. 

          "Tetap tenang dan bertindak normal. Kami juga gak ngira kalau bakal si b&ngs&t ini yang muncul,” bisik kakak kelas disebelahku yang juga jengkel. Aku menganggukkan kepalaku untuk menjawab ucapannya.

          "Gak ada. Kami cuma ngajak bercanda doang," jawab kak Rizal sambil tertawa.

          "Bercanda? bercanda dari mananya, hah! Udah jelas-jelas dia barusan ngomong “ngerj&in”, dan itu sudah jadi bukti yang kuat kalau kalian sedang memb&li adik kelas! gak malu hah! Harusnya kaliaan jadi panutan bagi adik kelas! Bukan malah bersikap kekanak-kanakan seperti ini!" bentaknya marah dengan nada tinggi dan dingin.


***
Chapter 3 Tinggal Seatap dengan Guru Perempuanku adalah salah satu dari rentetan chapter web novel ini.

***

          Sedangkan otak ku hanya mengatakan "b&llsh&& b&llsh&& b&llsh&&" mendegnar ucapannya. Karena pada faktanya, OSIS lah yang memb&li kami, para kelas 1!

           "Hah? selow aja mbak ngomongnya, gak usah ngegas gitu. Emang melalui perkataan satu orang saja, bisa membuktikan kalau kami lagi memb&li nih bocah ingusan,"bantah kakak kelas lainnya.

          "Gw ngomongnya udah sopan. Tapi kalian yang malah ngelunjak. Kalian udah jelas-jelas ketangkap basah sedang membuli adik kelas, tapi masih aja menyangkal. Kalian mau bukti yang lain lagi, hah?"bentak ketua osis.

          "Ya, buktikan aja kalau lu bis-" ucapan kakak kelas lagi-lagi terputus

          "Woi, sorry gw baru dari kantin. Gimana? masih lanjut gak ngerj&in adik kelasnya?" sahut salah satu kakak kelas yang baru aja datang. Dia adalah salah satu dari 3 kakak kelas yang tadi langsung pergi saat ada kode "osis datang". 

          Mendengar hal tersebut, Sontak membuatku langsung paham dengan permainan yang dimaksud kak Rizal tadi. Mereka berniat untuk membuat diri mereka disangka sedang memb&liku. Karena jika mereka tidak disangka seperti itu, maka akulah yang akan dalam bahaya. Karena aku bisa dicurigai meminta bantuan mereka. Maka itu, hanya sebagian saja yang pergi untuk menolong bram dan sisanya memainkan drama sandiwara ini. 

          Aku melihat wajah para kakak kelas yang sangat terkejut mendengar ucapan temannya barusan. tentu saja aku tahu, itu hanyalah sandiwara palsu mereka untuk mengelabui ketua osis. “Drama yang hebat, dram ayang hebat,” dalam benakku yang terpukau melihat drama mereka.

          "Itu barusan adalah bukti lainnya. Astaga, kalian benar-benar parah sebagai kakak kelas!” Bentaknya ketua osis sambil berjalan kesampingku,“Lepasin dia sekarang! Dia harus segera kembali ke lapangan! Dan kalian harus ikut ke ruang BK!"

          "beraninya bawa-bawa BK, OSIS atau bukan, hah?!! Pengecut amat jadi OSIS,” sindir kak Rizal dengan nada tinggi ,“Udahan, kita bubar aja, guys. Gak seru lagi kalau ada si perusak suasa nih,” sambil menatap dingin ke arah ketua OSIS.

          Kak Rizal tiba-tiba memegang jaketku secara sembunyi-bunyi. "jangan pakai jaket karena lawannya bukan OSIS biasa. Ikuti rencana semula aja, lu langsung kumpul dilapangan biar nanti kita yang nukar bukunya,"bisiknya pelan sekali. 

          Aku juga setuju untuk tidak memakai jaket, karena yang kulawan adalah ketua osis. Yang ada malah aku kena bahaya jika aku mencoba melawannya dengan memakai jaket milik Bram. aku mengangguk untuk memberi jawaban “iya” pada kak Rizal

          "Lu juga!” bentak kak Rizal padaku, “Sono pergi jauh-jauh dari sini, bocah ingusan! Untung lu ada yang nyelamatin, kalau nggak udah habis lu!" sambil mendorongku dengan keras dari tangga hingga membuatku terjatuh. 

          “Auuch...,”teriakku spontan. Sebenarnya aku hanya pura-pura terjatuh untuk membuat sandiwara drama ini semakin nyata. 

          "Dan kenapa kamu ada disini? Bukannya, kelas 1 harusnya ada dilapangan," tanya ketua osis padaku dengan nada yang tidak kalah tinggi dari sebelumnya.

          Sepertinya Aku juga harus memainkan drama ini juga. "Aku tadi mau ke kamar mandi, tapi tiba-tiba ada kakak ke-"jawabku sambil sedikit ketakutan. Namun ucapan ku terputus.

          “Woi Bocah! lu mau cari masalah sama kita, hah! " Bentak kak Rizal yang mengancamku. Tidak usah diberitahu lagi, aku tahu itu hanya akting saja.

          "10...9..."terdengar suara osis dari lapangan yang masih menghitung mundur.

          "Yaudah, kamu sekarang cepat pergi kelapangan!"perintah ketua osis padaku setelah mendengar hitungan mundur tersebut.

          "I-iya, makasih kak,"balasku singkat. Aku pun langsung pergi kelapangan tanpa pikir panjang karena waktuku tinggal 5 detik. –Bruuakk...terdengar suara keras dari tangga. Aku sebenarnya penasaran itu suara apa, tapi aku harus segera kembali ke lapangan. 

          Aku masuk ke dalam barisan kelasku hanya dengan tersisa waktu 2 detik. Dari posisiku berada, aku dapat melihat Bram dan 3 kakak kelas lainnya, sedang berjalan menjauhi bu putri senormal mungkin. 3 orang itu adalah 2 orang yang tadi diajak bram untuk membantunya, dan satunya adalah kakak yang tadi langsung pergi dari tangga saat OSIS datang. Tapianehnya, aku tidak melihat kak Naufal. Kupikir dia tadi pergi dari tangga untuk membantu Bram. kemudian Aku melihat ke sisi lain lapangan, dan aku terkejut melihat semua kakak kelas yang tadi ditangga bisa lolos dengan mudah dari ketua osis. Namun didalam gerombolan itu, aku tidak melihat kak Rizal. Lalu, aku melihat kearah tangga lagi sambil menyipitkan mataku untuk menajamkan penglihatanku, dan ternyata kak Rizal masih disana sedang berdebat dengan ketua osis. Aku tidak tahu kenapa mereka meninggalkannya sendirian. Tapi jika aku disuruh menebak, mungkin kak Rizal bisa mengatasi ketua osis sendirian tanpa bantuan dari yang lainnya.

          Tak lama kemudian, kak Naufal tiba-tiba datang dan kumpul bersama para kakak kelas yang lolos tadi. Mereka membuat lingkaran kecil yang nampaknya mereka sedang mendiskusikan sesuatu. Mungkin sekitar 2 menit, mereka tiba-tiba saja langsung berpencar menjadi 3 kelompok dan berlari ke arah yang berbeda. Kelompok pertama bercanda-canda di pinggir Bram tapi mereka agak sedikit jauh. Kelompok kedua berlari-lari disekitar Bram. Dan kelompok ketiga berlari menjauhi lapangan yang aku sendiri tidak tahu mau kemana mereka. 

          Aku memilih untuk memperhatikan kelompok 2 karena aku bisa melihat Bram sekaligus. Disaat yang sama, Bram masih terus berjalan menjauhi bu putri. Jarak antara bu putri dan Bram semakin dekat. Namun, –bruaaak.....tiba-tiba kelompok 3 yang entah datang dari mana menabrak kelompok 2 hingga membuat Bram, dan 3 kakak kelas lainnya terjatuh. Keadaan di pinggir lapangan sedikit rame karena tabrakan tersebut, bahkan sampai membuat bu putri berhenti sejenak untuk mengejar Bram. Kelompok pertama ternyata memisah lagi menjadi 2. Yang satunya  menolong para kakak kelas yang terjatuh. Sedangkan kak Naufal berjalan ke kantin sambil melewati para kakak kelas yang terjatuh itu dengan acuh tak acuh. Tak lama kemudian, keadaan di pinggir lapangan menjadi tenang kembali. Aku masih bingung, kenapa mereka bertabrakan? Apakah itu rencana yang tadi mereka diskusikan? Sebenarnya apa yang mau mereka lakukan?

          Aku melihat kearah lain, dan tiba-tiba kak Naufal keluar kantin yang mana posisi tersebut membelakangi bu putri, ia mengangkat jempolnya padaku sambil memegang buku bu. Seketika aku baru sadar bahwa tabrakan barusan itu adalah rencana mereka. Aku baru sadar bahwa yang mereka diskusikan sesaat setelah lolos dari ketua osis adalah bagaimana cara mengambil buku dari tangan Bram tanpa ketahuan bu putri, sekaligus rencana untuk menyelamatkan Bram dari kejaran bu putri juga. Dan dengan sandiwara tabrakan tadi, mereka berhasil mengambil buku tanpa ketahuan bu putri. Sehingga bu putri tidak memiliki bukti jika mau menuduh Bram. Dari semua rencana dan sandiwara tersebut, yang paling membuatku terpukau adalah permainan kecepatan tangan dan akting mereka yang sangat rapi dalam menyalurkan buku dari Bram ke kelompok 2, lalu ke kelompok 1, dan terakhir ke kak Naufal yang pura-pura pergi kantin. Jadi itulah mengapa kak Naufal tidak ikut  membantu bram dan tidak ikut menolong saat tabrakan tadi. Yaitu agar membuat bu putri tidak bisa menyangka bahwa buku itu akan disalurkan ke orang yang hanya lewat saja. Sekali lagi aku masih takjup dengan permainan tangan mereka yang sangat-sangat rapi hingga membuat siapapun tidak menyadarinya. Jika kak Naufal tidak menunjukkan buku ku padaku, aku pun juga tidak akan sadar dengan permainanan mereka. 

          Setelah tabrakan itu, bu putri kembali berjalan ke Bram. Tapi keadaannya sudah berbeda, sekarang bu putri harus mengahadapi 9 anak yang pro terhadap Bram. Memang kuasa seorang guru adalah mutlak, tapi entah kenapa aku merasa hukum itu tidak akan berlaku jika melawan 10 orang kakak kelas tersebut sekaligus. aku yakin dengan jumlah mereka yang banyak, mereka akan dengan sangat mudah memainkan permainan sandiwara mereka. Dan benar dugaanku, tidak butuh waktu lama bagi mereka  untuk membuat bu putri pergi dengan wajah yang kesal dan jengkel. Aku bisa menebak bahwa permainan sandiwara mereka sukses total.

          Masalah bu putri, dan ketua OSIS sudah selesai, namun masalahku masih belum selesai. sekarang Bagaimana cara mereka memberikan buku itu kepadaku. Jika itu tidak berhasil maka seluruh rencana ini sama saja gagal. Aku melihat sekeliling ku, dan dari tadi OSIS mondar mandir kesana kemari tanpa henti. Keringat dingin terus menetes dari dahiku seiring waktu pengecekan tanda tangan semakin mendekat. setelah barisan dari perkelas telah rapi dan lengkap, kamipun disuruh memasuki kelas secara bergantian dengan tetap membuat barisan seperti tadi. Degup jantungku semakin kencang! pengecekan tanda tangan berada tepat sebelum memasuki pintu kelas. Siapa saja yg tidak memenuhi persyaratan jumlah minimum, tidak diperbolehkan memasuki kelas dan akan kembali ke lapangan untuk menerima hukuman. Aku tidak takut dengan hukuman tersebut, yang aku takutkan bagaimana jika aku ketahuan tidak memegang buku asli ku. Parah! Sumpah parah! Bisa-bisa aku jadi mainan para osis selama MOS kedepan ini, bahkan bisa-bisa aku dilaporkan ke BK karena telah melakukan perbuatan curang. mati aku! Mati aku! Mati aku! kemana si b&ngs&t Bram itu kok gak muncul-muncul?!!

          .....Lanjut di Chapter 4 <Mati aku, jika aku salah masuk ke kamar vina! Apalagi ditengah malam seperti ini! “J&NC&K berhenti, &NJ&NG! Emang lu mau apain si Vina dalam kondisinya yang tidak b&rd&ya seperti itu woi! Ingat lu udah punya Izel, ANJ&NG!!!” aku terus mengingatkan diriku agar berhenti. Pintu kamar itu terbuka secara perlahan, dan mataku langsung ter- auto fokus melihat ke arah kasur.....Aku benar-benar membisukan suaraku...aku tidak ingin ada siapapun yang bangun...>



Sekian halaman Chapter 3 Tinggal Seatap dengan Guru Perempuanku. kami harap bisa memberi cerita yang sesuai dengan keinginan pembaca.

0 comments

Post a Comment